Penjara Cinta Sang Taopan. Bab 10

 


Bab. 10

Nyaris dilecehkan.


Malam harinya Bening duduk di atas kasur setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tangga. Rasa lelah begitu ia rasakan saat ini. Tadi ia pulang agak sore karena harus menyelesaikan target jumlah cabai yang harus dipetiknya. 

Apalagi tadi waktunya sempat tersita dengan kedatangan anak Pak lurah yang mengajaknya untuk berbicara. Bening senyum-senyum sendiri mengingat pembicaraannya dengan Galih di saung beberapa jam yang lalu.

'Bening, Mas Galih cinta sama kamu. Sebenarnya perasaan ini sudah lama Mas rasakan, tapi baru sekarang Mas berani mengungkapkannya. Mas Galih tidak butuh jawaban sekarang. Bening bisa memikirkan nya dulu.'

Itu lah kata-kata yang diucapkan anak Pak lurah tadi kepada Bening. Kata-kata yang selalu terngiang-ngiang di telinganya hingga membuat hatinya berbunga-bunga.

Terdengar suara derit pintu terbuka yang menandakan ada orang datang. 'Mungkin pria itu,' pikir Bening. Tidak mungkin itu Ibunya karena malam ini wanita itu tengah lembur dan pasti pulang larut malam.

"Ning, Bening buatkan tamuku minuman!" teriak seseorang dari luar sana. Tanpa menjawab apapun Bening bergegas pergi ke dapur untuk memenuhi permintaan Ayah tirinya tersebut.

Bening meletakkan dua cangkir kopi di atas meja di mana kedua orang pria itu telah duduk. Saat ingin kembali ke dapur Ayah tirinya kembali memanggil.

"Kau mau ke mana? Di sini saja temani tamuku sebentar!" Bening melirik sejenak orang yang tengah duduk di samping Ayah tirinya itu. Pria dengan pandangan mata nakal yang seolah ingin menerkamnya.


"Maaf, saya mau istirahat!" Belum sempat ia melangkah tangannya sudah ditarik dari belakang.

"Lepaskan!" Bening melotot marah kepada Ayah tirinya itu, karena sudah lancang menarik tangannya dengan kasar.

"Kamu jadi anak jangan suka ngelawan!" hardik sang Ayah tiri.

Plakkk-

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Bening hingga keluar darah segar dari sudut bibirnya.

"Jangan kasar dengan wanita!" Tamu asing yang sedari tadi cuma menyaksikan kejadian di depannya itu kini ikut membuka suara.

Tangan kasar pria tua dengan wajah menyeramkan itu mencengkeram kuat rahang Bening, sehingga membuatnya meringis kesakitan. "Cantik!" gumamnya.

"Apa mau anda sebenarnya. Tolong lepaskan saya!" Air mata tak dapat lagi dibendungnya, raut wajahnya nampak sangat ketakutan. Ia terus meronta ingin dilepaskan tetapi cekalan tangan dua orang pria dewasa itu membuatnya tidak berdaya.

"Mau apa? Tentu mau kamu, Sayang!" Seringai mengerikan itu nampak begitu menjijikkan di mata Bening.

Perlawanan yang Bening lakukan terasa sia-sia. Tapi ia tidak akan menyerah begitu saja untuk mempertahankan harga dirinya. Karena menghadapi dua orang pria sekaligus, tidaklah mudah bagi seorang gadis sepertinya. Di dalam hati ia terus berdoa agar ada keajaiban datang menolongnya.

"Tolong ... tolong ... tolong!" Akan tetapi suara teriakan gadis itu seakan tertelan oleh suara deras hujan di luar sana.

"Percuma kau teriak, tidak akan ada yang menolongmu!" hardik pria tua itu.

"Tolong lepaskan saya. Kasihani lah saya Tuan!" mohon Bening.

"Aku tidak akan menyakitimu. Justru aku akan membuatmu senang anak cantik. Kita bersenang-senang malam ini, Sayang!" Suara itu terdengar sangat menjijikkan di telinga Bening.

"Tapi saya tidak mau tolong lepaskan saya, Tuan!"

Plakkk-

Sebuah tamparan keras kembali mendarat di pipi mulus gadis malang itu. Membuat kepala Bening memberat seakan dihantam batu besar. Tapi ia harus bertahan, ia harus mempertahankan kesadarannya agar dua orang bajingan di depan nya saat ini tidak bisa berbuat hal buruk kepadanya. Setidaknya ia masih bisa berdoa, karena ia yakin doa orang yang teraniaya pasti akan didengar oleh Tuhan.

'Ya Allah lindungi-lah hambamu dari dua orang manusia terkutuk ini. Hamba yakin akan kebesaranmu,' batin Bening menjerit.

"Itu akibatnya kalau kau terus melawan, menurut lah dan aku tidak akan menyakitimu!" Mata pria tua itu melotot tajam.

"Aku tidak sudi! lebih baik aku mati daripada harus melayani bajingan sepertimu. Cuiiiih!" Bening meludah tepat di muka pria tua itu.

"Bangsat, beraninya kau!" Pria tua itu segera mengusap wajahnya kemudian menarik rambut Bening ke belakang dengan sangat kencang, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan seakan semua rambutnya terlepas dari kulit kepala.

"Gadis kurang ajar sepertimu harus diberi pelajaran. Bawa dia ke kamar!" titah pria tua itu kepada Pak Edi, ayah tiri Bening.

Kedua pria dewasa itu pun segera menyeret paksa tubuh tak berdaya Bening masuk ke dalam kamar. Didorongnya si gadis hingga terpelanting jatuh di atas ranjang.

"Kau jaga lah di luar dulu!" titah pria tua itu kepada pak Edi.

Tanpa banyak pertanyaan pak Edi langsung keluar dari kamar dan menutup pintunya.

Bening beringsut mundur saat pria tua dengan seringai lebar di wajahnya itu berjalan mendekat ke arah ranjang.


"Jangan mendekat. Pergi!" Air mata semakin deras membasahi wajah cantik Bening yang tampak lebam. Gadis itu terlihat sangat ketakutan.

"Kucing liar seperti mu semakin membuatku bergairah, sangat menantang!"

Pria tua itu langsung menerjang dan menindih tubuh Bening. Saat berusaha merobek baju gadis itu, dia sedikit kesulitan karena Bening terus melawan. Tangan Bening dicengkeram kuat agar tak dapat berontak lagi.

"Lepas!"

Krekk ... krekk!

Pria tua itu berhasil merobek baju bagian atas Bening hingga sedikit menampakkan kulit mulusnya. Pemandangan itu membuat pria yang berada di atasnya semakin gelap mata karena di sulut api gairah. Tangan Bening berusaha menggapai apapun yang ada di dekatnya. Kemudian-

Prang....


Sebuah lampu tidur mendarat tepat di kepala pria tua itu, hingga ia tersungkur dan tak sadarkan diri akibat pukulan keras yang Bening berikan. Bening segera mendorong tubuh pria itu, dan berlari keluar meninggalkan tubuh pria tua yang sudah tergeletak dengan bersimbah darah.

Bening sangat shock dan ketakutan. Apakah ia sudah menjadi seorang pembunuh saat ini. Tidak! Dia melakukan itu untuk melindungi dirinya sendiri begitu pikirnya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah secepatnya pergi keluar dari rumah ini, ia harus mencari bantuan.

"Mau ke mana kau?!"

Suara Ayah tirinya membuat Bening berjingkat kaget, saat ia baru saja keluar dari pintu kamar.

"Di mana Pak Burhan. Apa yang terjadi?!" Pria itu berusaha menelisik apa sebenarnya yang terjadi dengan Bening dan Pak Burhan kenapa anak tirinya itu bisa keluar, lalu di mana pria tua itu berada.


Tanpa berniat menjawab pertanyaan dari Pak Edi. Bening berlari ke arah pintu keluar tapi  segera dicegah oleh pak Edi dengan mencekal lengan tangannya. Bening pun melawan dengan memberikan tendangan tepat di tengah selangkangan pria itu. Hingga membuat pria itu meringis kesakitan. Kesempatan itu pun digunakan Bening untuk segera kabur.

"Tolong ... tolong ...!" Bening berlari sekencang-kencangnya.

Brukkk...

Tubuh mungil Bening terpental ke belakang akibat menabrak seseorang. Ya, setelah berhasil membuka kunci pintu dan keluar tadi. Bening berlari seperti orang kesetanan tanpa memperhatikan sekitarnya.


1 Comments